Menjadi tukang sampah tentu bukan pilihan utama seseorang. Karena bergumul dengan sampah merupakan hal yang tidak dikehendaki. Apalagi kalau sampah yang ada sudah membusuk dan berbau. Tentu sangat tak sedap untuk mencium aromanya apalagi menyentuhnya. Untungnya ada mereka yang mau berprofesi sebagai pembersih sampah. Baik karena terpaksa maupun karena tugas yang menjadi kewajibannya.

Sayangnya kita suka menganggap remeh pekerjaan mereka. Bahkan memandang sebelah mata pada  pekerjaan yang mereka lakukan. Lihat saja, kita bahkan jarang berterimakasih kepada mereka. Apalagi memberi sesuatu yang yakin akan sangat berharga untuk mereka. Andai pun memberi tentu hanya uang wajib yang harus kita bayarkan setiap bulan sebagai uang kebersihan. Tak lebih dari itu. Padahal kita tahu hanya sedikit dari mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri. Bahkan banyak yang tak punya peluang kerja kecuali menjadi tukang sampah. Maka memungut sampah menjadi pekerjaan terbaik untuk menghidupi keluarga miskin mereka. 


Sungguh banyak jasa dan kebaikan yang mereka kerjakan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan kita. Seandainya mereka mogok kerja satu hari saja, tak bisa dibayangkan berapa banyak sampah yang menumpuk dan mengganggu pemandangan dan lingkungan kita. Apalagi kalau sampah yang ada menumpuk sampai satu minggu hingga satu bulan. Pasti akan sangat merepotkan kita. Khususnya mereka yang hidup di kota besar. Yang pasti dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit.

Keberadaan para pembersih sampah saat ini justru mengalami kenaikan. Makin banyak mereka yang bekerja sebagai pembersih sampah. Pilihan menjadi tukang sampah tentu tak lepas dari minimnya lapangan kerja yang disediakan pemerintah kita. Disamping sumberdaya manusia itu sendiri yang kurang siap. Keadaan lingkungan kerja mereka bahkan pernah membuat mata pemerintah seharusnya malu. Liputan di Media Televisi  Inggris pernah  menayangkan betapa menyedihkan dan mirisnya  melihat  Imam Syafi'i  seorang tukang sampah bekerja. Sungguh jauh dari sisi kebersihan, kenyamanan, apalagi keuntungan. Belum bagaimana kehidupan keluarga miskin mereka. Hingga tak sedikit yang menitikkan air mata, melihat perjuangan mereka menafkahi keluarga miskin mereka. Karena jauh berbeda dengan kehidupan binman atau tukang  yang ada di negara mereka.

Terimakasih patut kita ucapkan untuk jasa mereka. Saya sampai menangis menulis artikel ini bila membaca kisah saudaraku Imam dan ribuan orang yang berprofesi sama. Maka  tak perlu ragu untuk membantu mereka. Biarlah pemerintah yang tetap saja  masih buta untuk menyaksikan mereka. Dan terus buta hingga azab mendatangi mereka yang tak acuh dengan kemiskinan saudaranya. Terima kasih tukang sampah.

Comments

1 Response to “Terimakasih Untuk Tukang Sampah”

  1. Deki Rahmatullah, S.Sos on 12 November 2012 pukul 23.55

    lebay brow,,, tapi thank you